Hati memang begitu wataknya. Iya
amat suka apapun yang ada di sekelilingnya. Ketika iya bersentuhan dengan
sesuatu di sekelilingnya, hati serasa ingin sekali meluapkan kata-katanya.
Seperti seakan dia punya mulut dan anggota tubuh lainnya. Hati amatlah pendiam.
Sewaktu yang lainnya ngomong, dia hanya diam dan memperhatikan. Sungguh setia-nya
hati dengan dirinya sendiri
Hati punya teman. Kehendak
namanya terkadang dipanggil keinginan oleh kawannya. Temannya hati itu baik
semua. Dia yang selalu mengajaknya bermain dikala rindu, sendu dan ceria.
Dikala rindu hati teringat kehendaknya. Mereka saling ada rasa. Mereka berdua
seakan punya hubungan yang spesial. Ketika bertemu mereka saling menyapa. Dengan
perasaan senang mereka punya keinginan yang sama untuk suatu tujuan yang sama juga. Sehingga rasa rindu menjadi sangat
sempurna tanpa ada yang menganggunya.
Dikala sendu menyapa mereka
berdua seakan enggan untuk kemana-mana. Maunya hanya dian saja sembari melamun
membayangkan bintang yang tak kunjung mendampingi rembulan dikala senja. Terus
begitu hingga malam membawa mereka berdua kearah fajar. Ketika sampai fajar,
mereka berfikir sejenak dan saling bertanya, “kenapa kami gak seharusnya
seperti fajar yang selalu mengejar pagi untuk meraih bahagia.” Dari situ
kehendak hati merasa dirinya itu murka pada Sang Pencipta dan berfikir bahwa
apa yang dilakukannya itu salah yang seharusnya adalah bahagia.
Dikala ceria kehendak hati datang
dengan semaunya. Tak pandang perasaan hati yang sebenarnya. Kalau bisa ngomong
mungkin hati itu mau berontak sama kelakuan kehendak hari yang semena-mena.
Lebih tepatnya menasehati kali yaaa. Menggerakkan kehendak hati untuk mencapai suatu kebahagiaan, mungkin
disitu ujian terberat untuk suatu pilihan untuk bergerak atau tidaknya demi
wujud nyata dari semua yang menjadi angan-angan setiap insan. Insan yang penuh
dengan godaan dan pilihan.
Kehendak hati memang keterlaluan.
Tapi kehendak hati tak perlu di hiraukan. Simpan di tempat yang suci sampai
pada waktunya nanti dia keluar untuk hal yang pantas untuk dia terima sebagai
dewa penolong. Bisa dibilang kehendak hati sama halnya dengan keinginan. Atau
malah itu sama. Bias jadi… Keinginan untuk memilih seperti memilih orang yang
engkao pilih untuk berbagi cerita dan suka cita bersama. hehehe.
Ngomongkan pilihan kok pas kaya
kutipan quotes Presiden Jancukers Sujiwo Tejo, “Menikah itu nasib, mencintai
itu takdir. Kamu bisa berencana menikahi siapa, tapi tak dapat kau rencanakan
cintamu untuk siapa.” Ahhh ngomong apa looooo cok. biarkanlah orang mau bilang apa
yang penting madang cok. Madang toh juga termasuk pilihankan. hehehe. sudah
jangan difikir dalam-dalam. eleng dhawuhe mbah Gus Dur: "Gitu Aja Kok
Repot."
Comments
Post a Comment